Wasekjen MUI: Atasi Krisis Iklim, Perlu Etika Hubungan Manusia dan Alam

Wasekjen MUI: Atasi Krisis Iklim, Perlu Etika Hubungan Manusia dan Alam

23/05/2024 05:51 JUNAIDI

JAKARTA, MUI.OR.ID—Krisis iklim terus menjadi ancaman eksistensial terbesar bagi umat manusia. Dibutuhkan tata kelola lingkungan baru dengan penggunaan pendekatan inovatif untuk perlindungan lingkungan hidup.

“Kita hidup di dunia yang saling berhubungan. Kekeringan, banjir atau bencana di satu bagian dunia dapat mengganggu rantai pasokan,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Arif Fahrudin mewakili pimpinan MUI.

Hal itu disampaikan dalam acara Interfaith as Solutions for Climate Change di Indonesia oleh Oxford Policy Management, Kedutaan Besar Inggris, Jakarta, Rabu (22/05/2024).

Menurutnya, untuk mengentaskan krisis iklim, MUI telah menetapkan Fatwa No. 86/2023. Fatwa ini merupakan satu dari tujuh fatwa MUI yang terkait dengan lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Dia mengatakan, MUI melihat krisis iklim yang terjadi di belahan dunia memperburuk pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, persediaan air, ketahanan bencana alam dan perdamaian dunia.

“Kita tidak bisa lagi bergantung kepada sains dan teknologi saja untuk menyelasaikan masalah lingkungan hidup. Kita memerlukan sistem tata kelola lingkungan baru” kata dia menegaskan.

Dalam tata kelola lingkungan seperti demikian, kata Kiai Arif, inovasi sistem melibatkan seluruh spektrum masyarakat serta penggunaan pendekatan inovatif untuk perlindungan lingkungan hidup.

Etika, menurutnya, memegang peran kunci untuk merubah sistem yang tidak berkelanjutan untuk merubah perilaku serta pola konsumsi dan produksi yang mendominasi sebagian besar kerusakan bumi.
Nilai dan etika ini sebagian besar akan diinspirasi oleh iman.

Terlepas dari keragaman agama dan kepercayaan, hampir semua agama memiliki kesamaan etika yang didasarkan pada keharmonisan dengan alam dan kewajiban melestarikannya untuk kelangusngan kehidupan.

“Untuk membuat aktivitas manusia global lebih berkelanjutan diperlukan kembali nilai-nilai, kepercayaan dan etika hubungan manusia dengan alam,” ujar dia. (Rozi, ed: Nashih)


Tags: lplh sda